MAKALAH
PANCASILA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA
Oleh :
Nama : fitrotul laili kd
NIM : A32121144
Prodi : PTP. B
POLITEKNIK
NEGERI JEMBER
PRODUKSI
TANAMAN PERKEBUNAN
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Multikulturalisme
di Indonesia bersumber pada UUD 1945 yang menyatakan bahwa bangsa dan
masyarakat Indonesia terdiri dari beragam kelompok etnis yang memiliki komitmen
untuk membangun Indonesia sebagai negara bangsa. Komitmen dan pengakuan
tesebut dinyatakan dalam simbol Garuda Pancasila. Simbol ini menyatakan
kehidupan kebangsaan itu memerlukan persyaratan yaitu adanya
tolerenasi sebagai bentuk penghargaan atas keberadaan kebudayaan
masyarakat Indonesia yang beragam ( Bhineka Tunggal Ika).
Pancasila
adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi
disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan
batang tubuh UUD 1945.
Bukti yang
secara obyektif dapat disaksikan adalah terhadap hasil reformasi yang telah
berjalan selama ini, belum merupakan hasil yang dapat dinikmati oleh rakyat,
nasionalisme
bangsa rapuh, sehingga martabat bangsa Indonesia dipandang rendah di
masyarakat
internasional .
Berdasarkan
alasan serta kenyataan objektif tersebut di atas maka sudah menjadi tangggung
jawab kita bersama sebagai warga Negara untuk mengemangkan serta mengakaji
Pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat dengan
paham atau isme-isme besar dunia dewasa ini seperti misalnya Liberalisme,
Sosialisme, Komunisme.Pengalaman menunjukkan bahwa pengaruh globalisasi memang
nyaris tidak mungkin ditiadakan oleh bangsa manapun karena sesungguhnya
pengaruh kebudayaan oleh bangsa lain menjadi sebuah kebutuhan demi kemajuan
bangsa yaitu sendiri. Tetapi menerima begitu saja tanpa memilah dan memilih
mana-mana yang mendatangkan manfaat dan mana yang merusak, mana yang sesuai dan
mana yang tidak sesuai dengan karakter dan nili-nilai budaya asli bangsa,
mana yang positif mana yang negatif bagi kemajuan bangsa, niscaya penerimaan
kebudayaan bangsa semacam itu akan mendatangkan kerugian nasional.
Untuk menjaga
rasa Persatuan dan Kesatuan Bangsa tanpa kehilangan jati diri maka pemerintah
baik pusat maupun daerah harus mengambil peran lebih dominan, lebih
bertanggung jawab dalam rangka menjaga , menyelamatkan, dan memperkokoh
kebudayaan bangsa. Hal ini sejalan dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang
mengisyaratkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk dalam
rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial .
1.2
Rumusan
Masalah
Beberapa
permasalahan yang konteksual terjadi dalam kedidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah :
a)
Bagaimana kaitanya dengan Peran Negara ?
b)
Bagaimana dampak bagi dunia Pendidikan ?
c)
Bagaimana dampak bagi Generasi muda Indonesia ?
1.3
Tujuan
a)
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia
b)
Memajukan kesejahteraan umum
c)
Mencerdaskan kehidupan bangsa
d)
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial
1.4 Manfaat
dari Pembuatan Makalah
a)
Untuk memenuhi tugas mata kuliah pancasila.
b)
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
pancasila.
c)
Untuk mengetahui apa arti sebenarnya pancasila
dan nilai-nilai penting pancasila itu tersebut.
d)
Membantu mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai
nilai dasar pancasila
II.
PEMBAHASAN
2.1 Multikulturalisme Prespektif dalam Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal
Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang diangkat dari penggalan
kakawin Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman Keprabonan Majapahit pada
abad 14, secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu atau
Although in pieces yet One. Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari jati
diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman. Jika dikaji secara akademis, bhinneka tunggal ika tersebut
dapat dipahami dalam konteks konsep generik multiculturalism atau
multikulturalisme.
Indonesia
dikonsepsikan dan dibangun sebagai multicultural nation-state dalam konteks
negara-kebangsaan Indonesia modern. Hal itu dapat dicermati dari dinamika
praksis kehidupan bernegara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945 sampai saat ini dengan mengacu pada konstitusi yang pernah dan
sedang berlaku, yakni UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, serta
praksis kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang menjadi dampak langsung dan
dampak pengiring dari berlakunya setiap konstitusi serta dampak perkembangan
internasional pada setiap jamannya itu.
Pada tataran ideal
semua konstitusi tersebut sungguh-sungguh menganut paham demokrasi dalam dan
untuk masyarakat yang bersifat multikultural. Hal ini mengandung arti bahawa
paham demokrasi konstitusional sejak awal berdirinya Negara Republik Indonesia
tahun 1945 sampai saat ini merupakan landasan dan orientasi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia yang bersifat multikultural.
Untuk mewadahi multikulturalisme yang ada Secara instrumental dalam ketiga
konstitusi tersebut juga telah digariskan adanya sejumlah perangkat demokrasi
seperti lembaga perwakilan rakyat, pemilihan umum yang bersifat umum, langsung,
bebas dan rahasia untuk mengisi lembaga perwakilan rakyat; partisipasi politik
rakyat melalui partai politik; kepemimpinan nasional dengan sistem presidentil
atau parlementer, perlindungan terhadap hak azasi manusia; sistem
desentralisasi dalam wadah negara kesatuan (UUD45 dan UUDS 50) atau sistem
negara federal (KRIS 49); pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif; orientasi pada keadilan dan kesejahteraan rakyat; dan demokrasi yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun demikian, pada tataran praksis masih terjadi
pertarungan antara nilai-nilai ideal, nilai instrumental, dengan konteks alam,
politik , ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan agama serta kualitas
psiko-sosial para penyelenggara negara. Memang harus diakui bahwa proses
demokratisasi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang bersifat
multikultural itu sampai saat ini masih belum mencapai tarap yang membanggakan
dan membahagiakan. Misalnya, kita masih menyaksikan berkembangnya fenomena
kasuistis dari etnosentrisme dan primordialisme lain yang menyertai
desentralisasi dan otonomi daerah, yang diwarnai konflik horizontal antar suku,
agama, ras dan golongan yang terjadi di berbagai penjuru tanah air, terutama
pada saat terjadinya proses politik pemilihan umum.Sudah banyak wacana tentang
model demokrasi yang cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia yang
ber-“Bhinneka Tunggal Ika” dengan liku-liku pengalaman historis, serta
perkembangan ekonomi, serta interaksinya dengan kecenderungan globalisasai
semakin banyak dikembangkan. Diantara berbagai wacana yang menonjol adalah
proses demokrasi yang dikaitkan dengan konsep masyarakat madani, yang secara
substantif menghargai multikulturalisme.
2.2 Multikulturalisme Prespektif Dasar – Dasar Kewarganegaraan
Dasar-dasar kewarganegaraanhakekat dari kelima
sila dalam pancasila yaitu keTuhanan, Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.Nilai dasar tersebut merupakan sila-sila yang sifarnya universal
sehingga dalam nilai-nilai dasar tersebut terkandung cita-cita dan tujuan serta
nilai.
Nilai Ketuhanan, yang
dimaksud adalah nilai taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui pemahaman
pendidikan agama. Pendidikan agama telah ditetapkan sebagai satuan kurikulum
atau materi pelajaran yang harus disampaikan pada semua jenjang pendidikan.Akan
tetapi pendidikan agama tidak boleh hanya berbentuk pengajaran agama, sebatas
pengalihan pengetahuan tentang agama.
2.3 Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia
Saat ini kita merasakan
bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat
sudah tidak terlihat lagi.Terlebih lagi di kalangan generasi muda saat ini yang
tidak lagi akrab dengan istilah Pancasila.Pada masa Orde Baru, Pancasila
dijadikan mata pelajaran yaitu Pendidikan Moral Pancasila. Di luar dunia
pendidikan pun ada penataran P4 “ Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila”
yang dilaksanakan Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila.
Pada era Orba,
Pancasila selalu menjadi buah bibir, hingga muncul istilah tiada hari tanpa Pancasila
dalam era itu.Namun, saat ini Pancasila meredup seiring masuknya kita ke era
reformasi. Pancasila beserta berbagai perangkat sosialisasinya dipinggirkan
karena dinilai telah dijadikan sebagai alat propaganda politik atau bahkan
dituding telah diselewengkan menjadi alat legitimasi kekuasaan Orba.
Memang, kita tidak
perlu menyakralkan kata Pancasila, tetapi bukan berarti pula kita ingin
menghilangkannya.Pada masa Orba, penolakan terhadap Pancasila memang banyak
dikaitkan dengan masalah penyakralan ini sehingga dituding nilainya lebih
tinggi daripada agama.Padahal, upaya menyosialisasikan Pancasila pada masa Orba
tidak lebih dalam rangka bagaimana istilah ini melekat dalam hati dan pikiran
kita.
Pancasila adalah
kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya, karena Pancasila
merupakan rangkuman dari nilai-nilai luhur yang digali dari akar budaya
bangsa yang mencakup seluruh kebutuhan dan hak-hak dasar manusia secara
universal. Karena itu, bangsa Indonesia sudah seharusnya mengembangkan dan mengamalkan
nilai-nilai tersebut sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara untuk
mewujudkan cita-cita bangsa.
Jika Pancasila tidak
segera kembali menjadi roh bangsa Indonesia, dikhawatirkan akan muncul ideologi
alternatif yang akan djadikan landasan perjuangan dan pembenaran bagi
gerakan-gerakan radikal. Karena itu, bagi bangsa Indonesia tidak ada pilihan
lain selain mengembangkan nilai-nilai Pancasila agar keragaman bangsa
dapat dijabarkan sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
2.4 Dampak Pancasila Terhadap Dunia Pendidikan Multikulturalisme
Pendidikan multikultural berdasarkan Pancasila adalah strategi pendidikan
yang diaplikasikan pada semua jenis pelajaran termasuk Pancasila dengan
megunakan perbedaaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis,
agama, gender, bahasa, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur, dalam proses
belajar mengajar menjadi efektif dan mudah serta bertjuan untuk melatih dan
membangun karakter siswa agar dapat bersikap demokratis, higinis dan pluralis
dalam lingkungan mereka.
Pendidikan multikultural berdasarkan Pancsila itu penting bagi masyarakat
majemuk seperti Indonesia karena dengan adanya pendidikan kultural di
Indonesia, masyarakat majemuk terbebas dari adanya kontrol dan tekanan yang
membatasi serta menghilangkan kebebasan manusia sebagai gambaran terpuruknya
Indonesia sebelum adanya pendidikan kultural adalah peristiwa pembunuhan
besar-besaran terhadap masa pengikut PKI tahun 1965, kekerasan terhadap etnis
cina di Jakarta Mei 1998. Peristiwa-peristiwa tersebut menggambarkan sebelum
dikenalkan pendidikan multikultural kekerasan, pemberontakan, pembunuhan,
pembumihanguskan menjadi hal yang biasa terjadi.
Oleh karena itu,
pendidikan kultural sangat penting bagi masyarakat majemuk seperti Indonesia
agar masyarakat Indonesia senantiasa bersikap dan menerapkan nilai-nilai
demokratis, dan pluralis.
III. SOLUSI DAN
ANALISIS PEMBAHASAN
1.
Bagaimana
Kaitanya Dengan Peran Negara
Dalam konteks
politik misalnya, kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat
multikulturalisme sering kali juga memiliki kekuatan politis yang berbeda-beda
pula.Ini tentu saja bukanlah suatu kondisi yang ideal. Di dalam masyarakat
multikulturalisme yang ideal, kelompok-kelompok sosial yang berbeda haruslah
memiliki kekuatan politik yang setara. Kesetaraan ini dapat dirasakan dalam
bentuk partisipasi yang setara di dalam kehidupan-kehidupan publik, maupun di
dalam proses-proses pembuatan keputusan yang terkait dengan kehidupan bersama.
2.
Bagaimana
Dampaknya Bagi Dunia Pendidikan
Indonesia
sebagai negara majemuk baik dalam segi agama, suku bangsa, golongan
maupun budaya lokal perlu menyusun konsep pendidikan multikulturalisme
sehingga menjadi pegangan untuk memperkuat identitas nasional, Mata pelajaran
Kewarganegaraan dan Agama yang telah diajarkan di Sekolah Dasar hingga
perguruan tinggi, disempurnakan dengan memasukan pendidikan
multikulturalisme, seperti budaya lokal antar daerah kedalamnya, agar
generasi muda bangga sebagai bangsa Indonesia yang selanjutnya dapat meningkatkan
rasa nasionalisme. Dengan demikian, pendidikan multikulturalisme
adalah pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada siswa sebagai calon
warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap multikulturalistik,
bisa hidup berdampingan dalam keragaman watak kultur, agama dan bahasa,
menghormati hak setiap warga negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau
minoritas, dan dapat bersama-sama membangun kekuatan bangsa
sehingga diperhitungkan dalam percaturan global dan nation dignity yang
kuat.
3. Bagaimana
Dampaknya Bagi Generasi Muda Indonesia
Menumbuhkan
kemampuan untuk menghormati keragaman budaya memerlukan upaya yang sistematis,
terprogram, terintegrasi dan berkesinambungan.Langkah strategisnya dapat
diselenggarakan melalui berbagai lembaga Pemerintah, baik formal, informal
maupun non-formal agar supaya generasi muda lebih meningkat.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan masalah tentang jati diri Indonesia Pancasila dan Multikularisme
yang berfokus pada Pendidikan dan dapat
disimpulkan bahwa pendidikan
multikulturalisme di Indonesia haruslah menggali nilai-nilai agama,
etnis, suku, dan kebudayaan peserta didik sebagai keyakinan mereka yang
mengajarkan bahwa perbedaan adalah fitrah Tuhan. Dalam segala perbedaan,
rasa cinta dan kasih sayang sesama manusia merupakan hal yang harus terus
ditumbuhkan. Dengan konsep ini, pendidikan mampu menciptakan toleransi,
tindakan saling menolong, kedamaian, dan meningkatkan kualitas kemanusiaan
dengan pola pembelajaran yang memiliki visi dan tindakan pembiasaan di semua
satuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Poespowardoyo Soeryanto, 1991, Pancasila
Sebagai Ideologi Ditinjau Dari Segi Pandangan Hidup Bersama, Dalam “Pancasila
Sebagai Indonesia”, BP-7 Pusat, Jakarta.
Pranarka, AWM..1985, Sejarah
Pemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta.
Suhadi, 1998, Pendidikan
Pancasila, Diktat Kuliah, Yogyakarta
Toyibin Aziz, M.,
1997, Pendidikan Pancasila, Rineka Cipta, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar